Kopi TIMES

Mereka yang Menulis dengan Asik dan Menggembirakan

Selasa, 27 April 2021 - 13:31
Mereka yang Menulis dengan Asik dan Menggembirakan M. Izzuddin Rifqi, Wakil Direktur Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa (LKP2M) UIN Malang.

TIMES CILACAP, MALANG – “Cuma perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca. Cari buku itu. Mari membaca” Kutipan kalimat dari Mbak Najwa Sihab tersebut mungkin tidak asing lagi di telinga kita. Di beberapa kesempatan, terutama berkaitan dengan literasi, kutipan tersebut selalu hadir menghiasi. Jika dibikin luwes lagi maknanya, tentu kita bisa mengubah kata “buku” dengan sembarang bacaan. Entah itu artikel, koran, majalah atau sejenisnya.  

Beberapa tahun lalu, ketika saya masih berkecimpung di perpustakaan pondok pesantren, saya memiliki kenangan yang cukup menyenangkan dengan koran. Koran yang saban hari minggu menyuguhkan kolom AS Laksana itu selalu membuat saya semangat untuk membaca dan menunggunya. Meski isi tulisan yang terhitung berat untuk ukuran pemuda seusia saya saat itu, saya tetap bisa menikmati keindahan diksi dan cara Pak Sulak (sapaan AS Laksana) menggambar kalimat. Kolom-kolom yang beliau isi setiap minggunya di koran Jawa Pos itu menjadikan saya suka dan mencintai kegiatan membaca.

Setelah beberapa tahun mengikuti dan membaca tulisan-tulisan beliau (baik cerpen atau esai), saya semakin kagum dan mencari tahu lebih jauh tentang siapa sebenarnya AS Laksana. Namun, sialnya, saya tidak benar-benar menemukan akun media sosial yang bisa merekam kegiatan atau mendeskripsikan hobi atau apapun yang bersinggungan dengan kehidupan beliau. Yang saya jumpai hanya sebatas akun (halaman) Facebook yang bernamakan “AS Laksana”. Itu pun nyaris semua postingannya perihal tulisan-tulisan dan opini beliau. Ya, begitulah para penulis besar, mereka selalu bekerja dalam kesunyian.

Ketika membaca karya-karya beliau, saya seperti menemukan teori dan solusi permasalahan membaca yang sangat melimpah. Bukan, yang saya maksud bukan karena tulisan-tulisan beliau selalu memberikan teori tentang pentingnya membaca, tapi yang saya maksud adalah gaya tulisan dan seni beliau dalam menyampaikan gagasan itu yang menyebabkan saya mencintai kegiatan membaca. 

 Ada salah satu kutipan beliau yang membekas di benak saya, kira-kira seperti ini; “Jika kalian berharap minat baca masyarakat meningkat, maka kalian harus menulis dengan sungguh-sungguh. Sungguh tidak masuk akal, dan mungkin juga tidak tahu diri, mengharapkan orang-orang gemar membaca sementara kalian menulis sembarangan.”

Tentu saja apa yang Pak Sulak utarakan itu bukan sekadar gertak sambal belaka. Ada harapan dan kritik yang jauh di sana. Memang kita sudah saling mengerti bahwa minat dan daya baca masyarakat kita sangat menggetirkan. Tak perlu lagi saya jelaskan data atau fakta seperti apa maksud menggetirkan itu. Lebih jauh lagi, kampanye membaca yang selama ini kita gaungkan, seakan sudah menjadi jargon usang, seremonial dan kegiatan yang mudah ditinggalkan. Memang pernyataan tersebut terdengar serampangan, tetapi begitulah ironinya.  

Jika di-brackdown lebih dalam dari pernyataan Pak Sulak tersebut, saya mendapati tiga kesimpulan, kira-kira seperti ini; pertama, kita cenderung mengkampanyekan budaya membaca dengan hal-hal yang menjemukan dan membosankan atau jargon-jargon usang lainnya. Kedua, kita terlalu menggebu-gebu dalam megajak dan mengkampanyekan budaya membaca tanpa memberikan secara jelas bagaimana limitasi kualitas dan orientasi kegiatan membaca itu sendiri. Sehingga, kegiatan membaca yang semula terdengar istimewa, pada akhirnya menjadi kegiatan yang “biasa-biasa” dan seremonial belaka.

Dan yang ketiga adalah ketidaksadaran kita akan pentingnya menyuguhkan dan menghadirkan tulisan yang asik dan menggembirakan. Seperti frasa pada kalimat terakhir Pak Sulak di atas; kita terlalu suka dengan “sembarangan menulis”. Tidak memperhatikan bagaimana sebaiknya tulisan dibuat. Singkatnya, kita terlalu nyaman menulis dengan serampangan. Dan tentu saja, poin ketiga ini adalah masalah yang sangat rentan dilakukan oleh penulis di zaman yang serba instan ini. 

Ada salah satu esai beliau berjudul Kampanye Membaca dengan Gong dan Slogan yang secara eksplisit dan blak-blakan menyikapi bagaimana semestinya masyarakat kita paham betul perihal pentingnya membaca. Ada sembilan rumusan yang beliau cantumkan dalam esai tersebut. Saya akan kutip salah satu butirnya secara mentah-mentah; “Membaca membuat sebuah masyarakat mampu memahami perubahan dan setiap individu di dalam masyarakat itu bisa berperan aktif untuk mewujudkan perubahan.”

Sepertinya salah satu butir yang Pak Sulak jelaskan dalam esai tersebut sudah cukup jelas dan sangat memahamkan. Jika kita mengharapkan suatu perubahan, entah dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan atau apapun itu, maka kita harus mampu menciptakan lingkungan dengan masyarakat yang gemar membaca. Dengan membaca, setidaknya kita telah melunasi atau menunaikan syarat-syarat sebuah perubahan. Jika tidak, jangan berharap akan ada perubahan pada masyarakat kita. Atau kemungkinan terburuknya, kita akan mengalami keterpurukan yang tidak terperi.

Lebih jauh lagi, Pak Sulak juga menulis esai dengan tema serupa, seperti Tetap Kerdil, Setelah 71 Tahun, Melamunkan Partai Indonesia Membaca, Mewajibkan Polisi Membaca Karya Sastra dan esai-esai laninya yang tentu saja tidak mungkin saya cantumkan semuanya di sini. 

Namun, dari tulisan-tulisan yang telah saya sebutkan di atas, tulisan-tulisan lain yang tidak membahas secara emplisit tentang pentingnya membaca juga nikmat untuk dibaca. Dari Pak Sulak kita bisa belajar, bahwa mengkampanyekan budaya membaca saat ini tidak melulu harus mengkhatamkan satu buku dalam kurun waktu satu bulan atau lima artikel selama satu hari. Namun yang perlu kita ubah agar lebih elegan dalam membudayakan membaca ialah dengan membuat tulisan yang asik dan menggembirakan. 

***

*)Oleh: M. Izzuddin Rifqi, Wakil Direktur Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa (LKP2M) UIN Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Cilacap just now

Welcome to TIMES Cilacap

TIMES Cilacap is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.