Kopi TIMES

Azan Di Tengah Masyarakat Pluralis

Kamis, 10 Maret 2022 - 15:06
Azan Di Tengah Masyarakat Pluralis Wahidul Anam, Dosen IAIN Kediri

TIMES CILACAP, KEDIRI – Munculnya Surat Edaran Menteri Agama No 5 tahun 2022  tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala menuai kontroversi. Ada sebagian umat Islam yang menolak, sebaliknya sebagian yang lain mendukung. Salah satu landasan teologis yang dijadikan dasar para penolak surat edaran tersebut adalah hadits Nabi Muhammad SAW riwayat Abu Hurairah. Adapun potongan redaksi hadits tersebut adalah sebagai berikut الْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ مَدَى صَوْتِهِ, yang artinya “Muadzin (orang yang mengumandangkan azan) diberi ampunan untuknya sejauh suaranya”.

Menurut data yang penulis peroleh, hadits tersebut diriwayatkan oleh banyak mukharij hadits dan sanad hadits tersebut dapat dipertanggungjawabkan keotentikannaya sehingga hadits tersebut bernilai shahih. Sebagian orang memahami hadits tersebut bahwa suara azan harus dikeraskan, semakin keras azan yang dikumandangkan, maka sang muazin semakin banyak mendapatkan ampunan dari Allah SWT.

Pertanyaannya adalah, apakah pemaknaan hadits yang demikian sudah tepat, atau ada aspek lain yang perlu diperhatikan dalam memberikan makna terhadap hadits tersebut. Dalam teori tafsir, ada beberapa pertimbangan yang harus dijadikan landasan berfikir dalam memahami teks. Dalam salah satu teori hermeneutika misalnya, dalam memahami teks, seorang penafsir harus memahami teks, konteks dan kontekstualisasi teks. 

Secara tekstual, hadits di atas mendorong umat Islam untuk mengeraskan suara azan, semakin suara azan itu keras dan didengarkan oleh banyak orang, maka dosa-dosa orang akan diampuni. Bahkan dalam lanjutan teks hadits diatas, jika seorang muazin yang mengumandangkan azan dapat menghadirkan satu orang saja, maka akan dicatat untuk muazin tersebut sebanyak dua puluh shalat dan diberi ampunan diantara dua shalat. Ini memberikan pengertian bahwa mengeraskan azan merupakan sebuah keniscayaan, walaupun bukan sebuah kewajiban, ada sebagian Imam madzhab yang mensunnahkan mengeraskan azan tersebut.

Selanjutnya, seorang penafsir juga harus memperhatikan konteks dimana hadits itu beredar. Kalau melihat situasi masyarakat Arab saat itu, maka cara pandang yang digunakan adalah cara pandang dimana seolah-olah seorang penafsir hidup pada zaman Nabi Muhammad SAW, suatu masa dimana belum ada teknologi yang berkembang sebagaimana saat ini.

Menurut Rusli Kusma (2017), percakapan dengan berteriakan sepadan dengan 50 Db, seandainya volume suara azan yang dikumandangkan oleh seorang muazin yang tidak menggunakan sound system disepadankan dengan 50 Db, maka dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya azan yang dilakukan para sahabat pada zaman Nabi Muhammad juga tidak lebih dari ukuran manusia pada umumnya, yaitu 50 Db. Ini memberi pengertian bahwa panggilan azan diutamakan bagi mereka yang ada disekitar masjid atau mushala untuk melaksanakan shalat berjemaah di masjid atau mushala dimana suara azan itu dikumandangkan (lihat juga Ahmad Muntaha AM, 2018).

Bagaimana kontekstualisasi hadits tersebut dalam negara pluralis seperti Indonesia?

Sebagaimana kita maklumi, bahwa Indonesia adalah negara berkembang dengan berbagai macam suku, agama dan budaya. Maka untuk merawat harmoni antara umat beragama dibutuhkan sikap saling menghargai antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya, antara satu penganut agama dengan penganut agama lainnya, sehingga dibutuhkan sikap teposeliro, dan menghargai keragaman. Dalam konteks inilah surat edaran Menteri Agama No 5 tahun 2022  tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala diterbitkan.

Bila Surat Edaran Menteri Agama No 5 tahun 2022 dicermati dengan pemikiran yang jernih, justru surat edaran tersebut memberikan keleluasaan dan menjamin dakwah Islam secara konstitusional. Umat Islam, yang secara geografis berada di daerah mayoritas, diharapkan dapat menghargai keragaman dan mengormati yang minoritas. Umat Islam yang mayoritas juga harus memastikan bahwa penggunaan pengeras suara tidak menimbulkan potensi gangguan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antar warga masyarakat. Demikian juga ketika umat Islam dalam posisi minoritas, maka dengan Surat Edaran Menteri Agama No 5 tahun 2022 dapat dijadikan sebagai landasan hukum untuk melaksanakan kegiatan keagamaan di mana mereka berdomisili, sehingga pada saat umat Islam Indonesia ini minoritas didaerah tertentu, ada jaminan ketentraman dan ketenangan dalam menjalankan ibadah, karena Negara melalui Kementerian Agama RI hadir untuk menjamin hal tersebut.

Di beberapa Negara Islam, seperti Arab Saudi, Mesir, Bahrain dan Malaysia (Merdeka.com, 2018), penggunaan pengeras suara juga diatur secara ketat. Di Arab Saudi, sejak tahun 2015, dilarang keras menggunakan pengeras suara bagian luar, kecuali untuk azan, shalat Jum’at, sholat ‘Idul Fitri dan sholat ‘Idul Adha. Bahkan di Mesir, keputusan pemerintah melarang pengeras suara di masjid, mendapat dukungan dari ulama al-Azhar, lebih lanjut menurut al-Azhar, suara azan yang mengganggu pasien di rumah sakit atau manula, telah dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.

Akhirnya, penulis mengajak kepada seluruh umat Islam, agar memahami surat edaran Menteri Agama No 5 tahun 2022 dan makna azan dengan jernih dan komprehensif sehingga kerukunan antar umat beragama di Indonesia dapat terawat dengan baik. Sikap saling menghormati, saling menghargai dan menjaga keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus kita kedepankan. Wallahua’lam

***

*)Oleh: Wahidul Anam, Dosen IAIN Kediri.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Cilacap just now

Welcome to TIMES Cilacap

TIMES Cilacap is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.